Selasa, 03 September 2013

tasawuf cinta (mahabbah)

  Tasawuf Mahabah (Cinta)
Ajaran tasawuf mahabah (cinta) dipelopori oleh tokoh tasawuf terkenal dari kalangan wanita yaitu Siti Rabi’ah Addawiyah. Sehingga dalam sejarah islampun telah tercatat Rabi’ah Al-Adawiyah sebagai peletak dasar tasawuf cinta kepada Allah pertama.  Sementara genersi sebelumnya merintis aliran asketisme dalam islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada Allah. Rabi’ah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus iklas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah Swt.
Sikap dan pandangan rabiah al-adawiyah tentang cinta dipahami dari kata-katanya, baik yang langsung maupun yang disandarkan kepadanya. Alqusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunajat, Rabi’ah Berdo’a, “Tuhanku, akankah kau bakar kalbu yang mencintaimu oleh api neraka? Tiba-tiba, terdengar suara, kami tidak akan melakukan itu janganlah engkau berburuk sangka kepada kami”.
Diantara syair cinta rabi’ah yang paling mashur adalah 
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta,
 cinta karena diriku dan karena diriku.
 Cinta karena diriku adalah keadaan senantiasa mengingatkan-Mu,
 Cinta karena dirimu
adalah keadaanku mengungkapkan tabir sehingga Engkau kulihat.
Baik ini mapun untuk itu, pujian bukalah bagiku.
 Bagi-Mu pujian untuku semuanya.
Untuk memperjelas pengertian Al-Hub yang diajukan Rabi’ah yaitu hub anta ahl lahu, perlu dikutif tafsiran beberapa tokoh berikut. Abu Talib Al-Mkiy dalam qut al-qulub sebagaimana dijelaskan badawi memberikan penafsiran bahwa makna hub hub al-hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan Allah. Adapun yang dimaksud nikmat-nikmat adalah nikmat adalah nikmat material tidaj sepiritual karena hub disini bersifat hub indrawi. Walaupun demikian, hub al-hawa yang diajukan Rabi’ah ini tidak berubah-ubah tidak bertambah dan berkurang karena bertambah dan berkurangnya nikmat itu sendiri, tetapi sesuatu yang ada di balik nikmat.
            Adapun Al-Hub anta Ahl Lahu adalah cinta yang tidak di dorong kesenangan indrawi, tetapi didorong Dzat yang dicinta. Cinta yang kedua ini tidak mengharapkan balasan apa-apa kewajiban-kewajiban yang di jalankan timbul karena perasaan cinta kepada Dzat yang dicintai.
            Sementara itu, Al-Gazali memberikan ulasan tentang syair Rabi’ah sebagai berikut. Yang di maksud dengan cinta karena dirinya adalah cinta kepada Allah karena kebaikan dan karunianya di dunia ini, sedangkan cinta kepadanya adalah karena ia layak dicintai keindahan dan keagungannya yang tersingkap kepadanya.  Cinta yang kedua merupakan cinta yang paling luhur dan mendalam serta merupakan kelezatan melihat keindahan tuhan.
Cinta Rabiah kepada Allah begitu mendalam dan memenuhi seluruh relung hatinya, sehingga membuatnya hadir bersama tuhan. Seperti terdapat pada sebagian kutipan syairnya,
”Kujadikan teman berbincang dalam kalbu

Tubuhku pun biar berbincang dengan temanku”.   

......wallahualam bissyawab......semoga bermanfaat bagi semuanya, amiiiin.....