Senin, 21 Januari 2013


KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
Nama : Ilin Solehudin


Komponene-komponen pembelajaran sebagai berikut:
A.      Komponen tujuan
       Tujuan pembelajaran adalah kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiiliki siswa setelah memperoleh pengalaman belajar (M. Sobry Sutikno:2009).  Dengan kata lain tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Menurutr Wina Sanjaya dan Wari Suari (1991). kemampuan tersebut meliputi: kemampuan kongnitif, afektif dan keterampilan (psikomotor). Tujuan memiliki jenjang dari yang luas sampai ke yang sempit, maka jika tujuan yang sempit tidak tercapai maka tujuan luasnyapun tidak akan tercapai karena dalam hal ini tujuan saling berkaitan dari tujuan satu ketujuan berikutnya. Oleh karena itu tujuan merupakan asfek yang paling utama karena sangat menetukan arah pembelajaran itu sendiri.  
B.       Komponen materi
       Unsur ini merupakan yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru. Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran (yang dikonsumsi) oleh siswa. Oleh karena itu menetukan materi haruslah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai baik yang bersifat kongnitif, afektif ataupun psikomotor tersebut. Oleh karena itu materi merupakan unsure inti yang ada dalam proses pembelajaran. Karena memang materi pelajaran itulah yang mesti dikuasai oleh siswa (Suharsimi Arikunto: 1990). Materi haruslah sesuai dengan kebutuhan siswa dimasa yang akan datang karena sesuai dengan pendapat sudirman bahwa materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa akan memotivasi siswa dal;am jangka waktu tertentu.
       Nan Sudjana (2000) mengemukakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pelajaran diantranya sebagai berikut:
Ø  Materi pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan,
Ø  Materi pelajaran ditulis secara garis besar saja tanpa terperinci,
Ø  Menetapkan urutan materi harus sesuai dengan urutan tujuan,
Ø  Urutan materi hendaknya memperhatikan kesinambungan (kontinuitas)
Ø  Materi pelajaran disusun dari yang kongkrit menuju yang abstrak, dari yang mudah keying sulit dari yang sederhana ke yang kompleks. Sifat materi ada yang factual dan ada yang konseptual.
C.       Komponen strategi
       Stra tegi merupakan bagian langkah-langkah dalam mencapai apa yang di inginkan. Berarti disini strategi ialah langkah untuk mengsiasati agar dapat menunjang pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Adapun mengenai strategi sebagai mana telah kita bahas sangat banyak diantaranya menurut M. Sobry Sutikno ada 11 dalam buku lain ada 14 dan masih banyak lagi menurut ilmuan lain.
       Sedang metode itu sendiri ialah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penggunaan metode sangat penting digunakan dan disesuaikan oleh guru sesuai dengan materi dan tujuan yang ingin dicapai.   
D.      Komponen media
       Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dwyner (1967) berpendapat bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas.
E.       Komponen evalusi
       Menurut wand dan brown (dalam pupuh pathurrahman dan M. Sobry Sutikno (2007) evalusi adalah suatu tidakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Rumusan yang bersifat oprasional dikemukakan Roestyah (1989) bahwa evalusi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong stsu mengembsngksn kemsmpusn belajar.
       Jadi evalusi merupakan aspek yang paling penting yang berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat kemajuan belajar siswa dan bagaimana tingkat kleberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.


SUMBER:
·         Kurikulum dan Pembelajaran (Wina Sanjaya : 2008)
·         Belajar dan Pembelajaran (M. Sobry Sutikno: 2009)



 KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Nama : Ilin Solehudin
Nim : 208 203 227
Jur : Kependidikan Islam/A/IV
A.    Sekilas tentang guru
Guru adalah suatu profesi. Sebelum ia bekerja menjadi guru terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan dalam lembaga pendidikan tersebut dia tidak hanya dididik mengenai materi ilmu pengetahuan atau bidang studi, ilmu dan metode yang akan diajarkan akan tetapi dibina agar memiliki kepribadian sebagai guru.
Sebagai pendidik yang professional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara professional tetapi juga harus memilki pengetahuan dan kemampuan professional. Nana saodih mengemukakandalam melaksanakan tugasnya guru harus memiliki kematangan atau kedewasaan pribadi serta kesehatan jasmani dan rohani. Dia berpendapat minimal ada tiga cirri kedewasaan, ialah: memiliki pedoman dan tujuan hidup, mampu melihat segala sesuatu secara objektif dan bertanggung jawab atas perbuatanya.   
Guru harus mampu menciftakan suasana kondusif dalam kelas karena guru merupakan bapak kedua yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangfan jiwa anak. K. Hajar Dewantara telah menggariskan tentang pentingnya guru dalam proses pembelajaran. Ialah sebagai berikut:
a.      Ing ngarsa sungtulada (member teladan jika di depan)
b.      Ing madya mangun karsa (jika ditengah member peluang untuk berprakarsa)
c.       Tut wuru handayani (memberikan dorongan dan arahan jika dibelakang)
B.     Mutu guru
Seberapapun baknya sarana prasara jika tanpa didorong oleh kemampuan guru maka tidak akan dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut. Maka guru meski memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan yang bagus. Guru merupakan salah satu paktor yang menetukan keberhasilan siswa dalam belajar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka salah satu upaya yang harus dilakukan ialah meningkatkan kualitas mutu guru. Adapaun langkahnya kurang lebih terdiri dari: Pertama peningkatan martabat gurup dan eningkatan professional guru
C.  Kemampuan yang harus dimiliki guru agar bisa professional
Kemampuan merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan. Berarti oarnga yang memiliki kemampuan adalah benar-benar orang yang memiliki keahlian dibidangnya dengan istilah lain dikemnal dengan sebutan “professional”.
Agar bisa profesionalmaka guru harus memiliki kemampuan dann keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, diantaranya guru harus:
1.      Mampu menguasai bahan ajar,
2.      Mampu mengelola kelas,
3.      Mampu menggunakan metode, media dan sumber belajar,
4.      Mampu melalukan penilaian baik proses ataupun hasil.
Sedangkan menurut Dedi Supriadi (1998) dalam jurnal pendidikan agar guru menjadi professional harus memiliki lima hal yaitu:
1.      Harus memilki komitmen terhadap siswa dalam pembelajaranya,
2.      Menguasai materi serta cara penyampaianya secara mendalam,
3.      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar
4.      Guru harus mampu berpikir sistematis
5.      Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesisnya.
Jika disimpulkan minimalnya ada dua hal yang mesti dimiliki seorang guru agar pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan bermakna. Yaitu, menguasai materi pembelajaran dan menguasai ilmu mendidik.
D.      Ciri-ciri guru yang baik dalam mengelola pembelajaran
Menurut Combs Dkk dalam Soemanto Wasty (1998) bahwa cirri-ciri guru yang baik adalah:
1)      Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2)      Guru yang melihat orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3)      Guru yang memandang bahwa orang laing patut dihargai,
4)      Guru yang memandang oaran lain bahwa pada dasarnya mereka berkembang dengan sendirinya,
5)      Guru yang memandang bahwa orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya bukan menghalangi apalagi mengancam.
E.     Peran guru dalam mewujudkan pembelajaran efektif dan bermakna
Mukhtar dan Marsinis Yamin (2005) dam M.Sobry Sutikno (2007), menjelaskan bahwa untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan bermakna seorang guru harus melaksanakan beberapa peran berikut ini: 
a)      Guru sebagai model
b)      Guru sebagai perencana
c)      Guru sebagai pendiagnosa kemajuan belajar siswa,
d)     Guru sebagai peminpin
e)      Guru sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber.
F.      Keterampilan dasar guru dalam pembelajaran
Ada delapan keterampilan dasar pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Sebagai berikut:
§  Keteampilan bertanya,
§  Keterampilan memberkan penguatan
§  Keterampilan mengadakan variasi
§  Keterampilan menjelaskan
§  Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
§  Keterampilan membingbing diskusi kelompok kecil
§  Keterampilan mengelola kelas,
§  Keterampilan membelajarkan perorangan.

Sumber:
·         Buku belajar dan pembelajaran (M.Sobry Sutiokno: 2009)

Kamis, 17 Januari 2013

KOMPONEN PEMBELAJARAN


KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
Nama : Ilin Solehudi
Nim : 208 203 227
Jur : Kependidikan Islam /A/IV

Komponene-komponen pembelajaran sebagai berikut:
A.      Komponen tujuan
       Tujuan pembelajaran adalah kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiiliki siswa setelah memperoleh pengalaman belajar (M. Sobry Sutikno:2009).  Dengan kata lain tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Menurutr Wina Sanjaya dan Wari Suari (1991). kemampuan tersebut meliputi: kemampuan kongnitif, afektif dan keterampilan (psikomotor). Tujuan memiliki jenjang dari yang luas sampai ke yang sempit, maka jika tujuan yang sempit tidak tercapai maka tujuan luasnyapun tidak akan tercapai karena dalam hal ini tujuan saling berkaitan dari tujuan satu ketujuan berikutnya. Oleh karena itu tujuan merupakan asfek yang paling utama karena sangat menetukan arah pembelajaran itu sendiri.  
B.       Komponen materi
       Unsur ini merupakan yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru. Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran (yang dikonsumsi) oleh siswa. Oleh karena itu menetukan materi haruslah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai baik yang bersifat kongnitif, afektif ataupun psikomotor tersebut. Oleh karena itu materi merupakan unsure inti yang ada dalam proses pembelajaran. Karena memang materi pelajaran itulah yang mesti dikuasai oleh siswa (Suharsimi Arikunto: 1990). Materi haruslah sesuai dengan kebutuhan siswa dimasa yang akan datang karena sesuai dengan pendapat sudirman bahwa materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa akan memotivasi siswa dal;am jangka waktu tertentu.
       Nan Sudjana (2000) mengemukakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pelajaran diantranya sebagai berikut:
Ø  Materi pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan,
Ø  Materi pelajaran ditulis secara garis besar saja tanpa terperinci,
Ø  Menetapkan urutan materi harus sesuai dengan urutan tujuan,
Ø  Urutan materi hendaknya memperhatikan kesinambungan (kontinuitas)
Ø  Materi pelajaran disusun dari yang kongkrit menuju yang abstrak, dari yang mudah keying sulit dari yang sederhana ke yang kompleks. Sifat materi ada yang factual dan ada yang konseptual.
C.       Komponen strategi
       Stra tegi merupakan bagian langkah-langkah dalam mencapai apa yang di inginkan. Berarti disini strategi ialah langkah untuk mengsiasati agar dapat menunjang pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Adapun mengenai strategi sebagai mana telah kita bahas sangat banyak diantaranya menurut M. Sobry Sutikno ada 11 dalam buku lain ada 14 dan masih banyak lagi menurut ilmuan lain.
       Sedang metode itu sendiri ialah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penggunaan metode sangat penting digunakan dan disesuaikan oleh guru sesuai dengan materi dan tujuan yang ingin dicapai.   
D.      Komponen media
       Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dwyner (1967) berpendapat bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas.
E.       Komponen evalusi
       Menurut wand dan brown (dalam pupuh pathurrahman dan M. Sobry Sutikno (2007) evalusi adalah suatu tidakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Rumusan yang bersifat oprasional dikemukakan Roestyah (1989) bahwa evalusi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong stsu mengembsngksn kemsmpusn belajar.
       Jadi evalusi merupakan aspek yang paling penting yang berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat kemajuan belajar siswa dan bagaimana tingkat kleberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.


SUMBER:
·         Kurikulum dan Pembelajaran (Wina Sanjaya : 2008)
·         Belajar dan Pembelajaran (M. Sobry Sutikno: 2009)


 KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Nama : Ilin Solehudin
Nim : 208 203 227
Jur : Kependidikan Islam/A/IV
A.    Sekilas tentang guru
Guru adalah suatu profesi. Sebelum ia bekerja menjadi guru terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan dalam lembaga pendidikan tersebut dia tidak hanya dididik mengenai materi ilmu pengetahuan atau bidang studi, ilmu dan metode yang akan diajarkan akan tetapi dibina agar memiliki kepribadian sebagai guru.
Sebagai pendidik yang professional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara professional tetapi juga harus memilki pengetahuan dan kemampuan professional. Nana saodih mengemukakandalam melaksanakan tugasnya guru harus memiliki kematangan atau kedewasaan pribadi serta kesehatan jasmani dan rohani. Dia berpendapat minimal ada tiga cirri kedewasaan, ialah: memiliki pedoman dan tujuan hidup, mampu melihat segala sesuatu secara objektif dan bertanggung jawab atas perbuatanya.   
Guru harus mampu menciftakan suasana kondusif dalam kelas karena guru merupakan bapak kedua yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangfan jiwa anak. K. Hajar Dewantara telah menggariskan tentang pentingnya guru dalam proses pembelajaran. Ialah sebagai berikut:
a.      Ing ngarsa sungtulada (member teladan jika di depan)
b.      Ing madya mangun karsa (jika ditengah member peluang untuk berprakarsa)
c.       Tut wuru handayani (memberikan dorongan dan arahan jika dibelakang)
B.     Mutu guru
Seberapapun baknya sarana prasara jika tanpa didorong oleh kemampuan guru maka tidak akan dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut. Maka guru meski memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan yang bagus. Guru merupakan salah satu paktor yang menetukan keberhasilan siswa dalam belajar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka salah satu upaya yang harus dilakukan ialah meningkatkan kualitas mutu guru. Adapaun langkahnya kurang lebih terdiri dari: Pertama peningkatan martabat gurup dan eningkatan professional guru
C.  Kemampuan yang harus dimiliki guru agar bisa professional
Kemampuan merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan. Berarti oarnga yang memiliki kemampuan adalah benar-benar orang yang memiliki keahlian dibidangnya dengan istilah lain dikemnal dengan sebutan “professional”.
Agar bisa profesionalmaka guru harus memiliki kemampuan dann keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, diantaranya guru harus:
1.      Mampu menguasai bahan ajar,
2.      Mampu mengelola kelas,
3.      Mampu menggunakan metode, media dan sumber belajar,
4.      Mampu melalukan penilaian baik proses ataupun hasil.
Sedangkan menurut Dedi Supriadi (1998) dalam jurnal pendidikan agar guru menjadi professional harus memiliki lima hal yaitu:
1.      Harus memilki komitmen terhadap siswa dalam pembelajaranya,
2.      Menguasai materi serta cara penyampaianya secara mendalam,
3.      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar
4.      Guru harus mampu berpikir sistematis
5.      Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesisnya.
Jika disimpulkan minimalnya ada dua hal yang mesti dimiliki seorang guru agar pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan bermakna. Yaitu, menguasai materi pembelajaran dan menguasai ilmu mendidik.
D.      Ciri-ciri guru yang baik dalam mengelola pembelajaran
Menurut Combs Dkk dalam Soemanto Wasty (1998) bahwa cirri-ciri guru yang baik adalah:
1)      Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2)      Guru yang melihat orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3)      Guru yang memandang bahwa orang laing patut dihargai,
4)      Guru yang memandang oaran lain bahwa pada dasarnya mereka berkembang dengan sendirinya,
5)      Guru yang memandang bahwa orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya bukan menghalangi apalagi mengancam.
E.     Peran guru dalam mewujudkan pembelajaran efektif dan bermakna
Mukhtar dan Marsinis Yamin (2005) dam M.Sobry Sutikno (2007), menjelaskan bahwa untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan bermakna seorang guru harus melaksanakan beberapa peran berikut ini: 
a)      Guru sebagai model
b)      Guru sebagai perencana
c)      Guru sebagai pendiagnosa kemajuan belajar siswa,
d)     Guru sebagai peminpin
e)      Guru sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber.
F.      Keterampilan dasar guru dalam pembelajaran
Ada delapan keterampilan dasar pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Sebagai berikut:
§  Keteampilan bertanya,
§  Keterampilan memberkan penguatan
§  Keterampilan mengadakan variasi
§  Keterampilan menjelaskan
§  Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
§  Keterampilan membingbing diskusi kelompok kecil
§  Keterampilan mengelola kelas,
§  Keterampilan membelajarkan perorangan.

Sumber:
·         Buku belajar dan pembelajaran (M.Sobry Sutiokno: 2009)


KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
Nama : Ilin Solehudin


Komponene-komponen pembelajaran sebagai berikut:
A.      Komponen tujuan
       Tujuan pembelajaran adalah kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiiliki siswa setelah memperoleh pengalaman belajar (M. Sobry Sutikno:2009).  Dengan kata lain tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Menurutr Wina Sanjaya dan Wari Suari (1991). kemampuan tersebut meliputi: kemampuan kongnitif, afektif dan keterampilan (psikomotor). Tujuan memiliki jenjang dari yang luas sampai ke yang sempit, maka jika tujuan yang sempit tidak tercapai maka tujuan luasnyapun tidak akan tercapai karena dalam hal ini tujuan saling berkaitan dari tujuan satu ketujuan berikutnya. Oleh karena itu tujuan merupakan asfek yang paling utama karena sangat menetukan arah pembelajaran itu sendiri.  
B.       Komponen materi
       Unsur ini merupakan yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru. Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran (yang dikonsumsi) oleh siswa. Oleh karena itu menetukan materi haruslah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai baik yang bersifat kongnitif, afektif ataupun psikomotor tersebut. Oleh karena itu materi merupakan unsure inti yang ada dalam proses pembelajaran. Karena memang materi pelajaran itulah yang mesti dikuasai oleh siswa (Suharsimi Arikunto: 1990). Materi haruslah sesuai dengan kebutuhan siswa dimasa yang akan datang karena sesuai dengan pendapat sudirman bahwa materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa akan memotivasi siswa dal;am jangka waktu tertentu.
       Nan Sudjana (2000) mengemukakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pelajaran diantranya sebagai berikut:
Ø  Materi pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan,
Ø  Materi pelajaran ditulis secara garis besar saja tanpa terperinci,
Ø  Menetapkan urutan materi harus sesuai dengan urutan tujuan,
Ø  Urutan materi hendaknya memperhatikan kesinambungan (kontinuitas)
Ø  Materi pelajaran disusun dari yang kongkrit menuju yang abstrak, dari yang mudah keying sulit dari yang sederhana ke yang kompleks. Sifat materi ada yang factual dan ada yang konseptual.
C.       Komponen strategi
       Stra tegi merupakan bagian langkah-langkah dalam mencapai apa yang di inginkan. Berarti disini strategi ialah langkah untuk mengsiasati agar dapat menunjang pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Adapun mengenai strategi sebagai mana telah kita bahas sangat banyak diantaranya menurut M. Sobry Sutikno ada 11 dalam buku lain ada 14 dan masih banyak lagi menurut ilmuan lain.
       Sedang metode itu sendiri ialah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penggunaan metode sangat penting digunakan dan disesuaikan oleh guru sesuai dengan materi dan tujuan yang ingin dicapai.   
D.      Komponen media
       Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dwyner (1967) berpendapat bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas.
E.       Komponen evalusi
       Menurut wand dan brown (dalam pupuh pathurrahman dan M. Sobry Sutikno (2007) evalusi adalah suatu tidakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Rumusan yang bersifat oprasional dikemukakan Roestyah (1989) bahwa evalusi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong stsu mengembsngksn kemsmpusn belajar.
       Jadi evalusi merupakan aspek yang paling penting yang berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat kemajuan belajar siswa dan bagaimana tingkat kleberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.


SUMBER:
·         Kurikulum dan Pembelajaran (Wina Sanjaya : 2008)
·         Belajar dan Pembelajaran (M. Sobry Sutikno: 2009)



 KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Nama : Ilin Solehudin


A.    Sekilas tentang guru
Guru adalah suatu profesi. Sebelum ia bekerja menjadi guru terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan dalam lembaga pendidikan tersebut dia tidak hanya dididik mengenai materi ilmu pengetahuan atau bidang studi, ilmu dan metode yang akan diajarkan akan tetapi dibina agar memiliki kepribadian sebagai guru.
Sebagai pendidik yang professional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara professional tetapi juga harus memilki pengetahuan dan kemampuan professional. Nana saodih mengemukakandalam melaksanakan tugasnya guru harus memiliki kematangan atau kedewasaan pribadi serta kesehatan jasmani dan rohani. Dia berpendapat minimal ada tiga cirri kedewasaan, ialah: memiliki pedoman dan tujuan hidup, mampu melihat segala sesuatu secara objektif dan bertanggung jawab atas perbuatanya.   
Guru harus mampu menciftakan suasana kondusif dalam kelas karena guru merupakan bapak kedua yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangfan jiwa anak. K. Hajar Dewantara telah menggariskan tentang pentingnya guru dalam proses pembelajaran. Ialah sebagai berikut:
a.      Ing ngarsa sungtulada (member teladan jika di depan)
b.      Ing madya mangun karsa (jika ditengah member peluang untuk berprakarsa)
c.       Tut wuru handayani (memberikan dorongan dan arahan jika dibelakang)
B.     Mutu guru
Seberapapun baknya sarana prasara jika tanpa didorong oleh kemampuan guru maka tidak akan dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut. Maka guru meski memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan yang bagus. Guru merupakan salah satu paktor yang menetukan keberhasilan siswa dalam belajar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka salah satu upaya yang harus dilakukan ialah meningkatkan kualitas mutu guru. Adapaun langkahnya kurang lebih terdiri dari: Pertama peningkatan martabat gurup dan eningkatan professional guru
C.  Kemampuan yang harus dimiliki guru agar bisa professional
Kemampuan merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan. Berarti oarnga yang memiliki kemampuan adalah benar-benar orang yang memiliki keahlian dibidangnya dengan istilah lain dikemnal dengan sebutan “professional”.
Agar bisa profesionalmaka guru harus memiliki kemampuan dann keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, diantaranya guru harus:
1.      Mampu menguasai bahan ajar,
2.      Mampu mengelola kelas,
3.      Mampu menggunakan metode, media dan sumber belajar,
4.      Mampu melalukan penilaian baik proses ataupun hasil.
Sedangkan menurut Dedi Supriadi (1998) dalam jurnal pendidikan agar guru menjadi professional harus memiliki lima hal yaitu:
1.      Harus memilki komitmen terhadap siswa dalam pembelajaranya,
2.      Menguasai materi serta cara penyampaianya secara mendalam,
3.      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar
4.      Guru harus mampu berpikir sistematis
5.      Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesisnya.
Jika disimpulkan minimalnya ada dua hal yang mesti dimiliki seorang guru agar pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan bermakna. Yaitu, menguasai materi pembelajaran dan menguasai ilmu mendidik.
D.      Ciri-ciri guru yang baik dalam mengelola pembelajaran
Menurut Combs Dkk dalam Soemanto Wasty (1998) bahwa cirri-ciri guru yang baik adalah:
1)      Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2)      Guru yang melihat orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3)      Guru yang memandang bahwa orang laing patut dihargai,
4)      Guru yang memandang oaran lain bahwa pada dasarnya mereka berkembang dengan sendirinya,
5)      Guru yang memandang bahwa orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya bukan menghalangi apalagi mengancam.
E.     Peran guru dalam mewujudkan pembelajaran efektif dan bermakna
Mukhtar dan Marsinis Yamin (2005) dam M.Sobry Sutikno (2007), menjelaskan bahwa untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan bermakna seorang guru harus melaksanakan beberapa peran berikut ini: 
a)      Guru sebagai model
b)      Guru sebagai perencana
c)      Guru sebagai pendiagnosa kemajuan belajar siswa,
d)     Guru sebagai peminpin
e)      Guru sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber.
F.      Keterampilan dasar guru dalam pembelajaran
Ada delapan keterampilan dasar pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Sebagai berikut:
§  Keteampilan bertanya,
§  Keterampilan memberkan penguatan
§  Keterampilan mengadakan variasi
§  Keterampilan menjelaskan
§  Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
§  Keterampilan membingbing diskusi kelompok kecil
§  Keterampilan mengelola kelas,
§  Keterampilan membelajarkan perorangan.

Sumber:
·         Buku belajar dan pembelajaran (M.Sobry Sutiokno: 2009)

Selasa, 15 Januari 2013

ANALISIS SOSIAL TEORI "FUNGSIONAL STRUKTURAL"


MENYIBAK KASUS TAWURAN DI KALANGAN PESERTA DIDIK (SISWA)
SEBUAH TINJAUAN TEORI “FUNGSIONLISME STRUKTURAL”

MAKALAH

Oleh: Ilin Solehudin
Disampaikan Pada Kuliah Tatap Muka Teori Ilmu Sosial (TIS) dengan Dosen Pengampu Bapak Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si


A.  Sekelumit Penomena Yang Terjadi
Tawuran antar pelajar intra lembaga atau antar lembaga sudah lama dan sering terjadi. Perkelahian yang melibatkan individu dengan individu kelompok dengan kelompok semacam ini terus terjadi hingga dewasa ini. Dari beberapa peristiwa yang amat sangat memilukan jika kita amati, kalangan manusia terdidik yang semestinya menjadi potret bangsa mulai dari se-usia SD, SLTP, SLTA bahkan Perguruan tinggi sekalipun, dewasa ini sering dipertontonkan dengan berbagai aktivitas-aktivitas “nya” yang kurang bahkan sangat memilukan dan memalukan yaitu terlibat pada tindakan kriminalitas dalam hal ini “tawuran antar pelajar/peserta didik /siswa”.
Tawuran yang kini menjadi sajian hampir pada setiap berita yang ditayangkan berbagai media, mempertontonkan mereka anak-anak bangsa yang ikut terjerat ramainya persaingan yang amat dahsyat sampai-sampai lupa terhadap jati dirinya sebagai kaum terdidik lebih tertarik pada tindakan yang kurang bahkan tidak sesuai dengan nilai dan norma-norma yang berlaku. Hal ini terbukti dengan kenyataan yang memperlihatkan kegembiraan mereka “siswa kalangan terdidik tersebut” ketika ikut terlibat pada pertikaian yang tidak hanya melibatkan, otak, otot bahkan sampai mengorbankan nyawa sekalipun. Sebagai salah satu contoh, belum begitu lama dan mungkin masih teringat dengan ramainya pemberitaan yang ditayangkan oleh media-media yang ada, terkait tawuran yang terjadi anatar siswa SMA di Jakarta yang diakhiri dengan hilangnya nyawa salah satu siswa.  
Melihat kondisi yang terjadi sebagaimana diungkap diatas, maka penulis melihat terjadi ketidak serasian antara yang seharusnya terjadi dengan fakta yang benar-benar terjadi. Kalau kita melihat siswa-siswa sebagai kaum terdidik dari lembaga pendidikan, maka jelas sesuai dengan salah satu pengertian pendidikan ialah “usaha memanusiakan manusia”. Tentunya out put yang dihasilkanpun mesti menjadi manusia. Dalam hal ini manusia yang dimaksud setidaknya memiliki tiga syarat. Pertama, memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri. Kedua, cinta tanah air, dan. Ketiga, berpengetahuan[1]
Dari tiga syarat manusia yang disodorkan tersebut, satu yang akan penulis amati. Siswa sebagai kaum terdidik harus memiliki kemampuan mengendalikan diri. Jika diinternalisasikan dengan kejadian yang disampaikan diatas, maka terdapat masalah dimana sejauh ini masih banyak terdapat siswa yang belum menjadi manusia karena  belum mampu mengendalikan dirinya. 
Kondisi atau fakta yang terjadi tersebut diatas, jika dilihat dari kacamata sosiologi sangat menarik untuk diamati, diteliti bahkan diobati. Mengapa di obati? Karena salah satu tujuan dari ilmu sosiologi ialah menciptakan kondusifitas (masyarakat yang aman).  Sosiologi sebagai ilmu sosial yang mempelajari berbagai hal mengenai peristiwa sosial (kehidupan masyarakat), dengan begitu banyak dan beragamnya objek kajian (ruang lingkup) sosiologi seperti halnya,  struktur sosial, realitas sosial, dan masalah sosial. Karena peristiwa yang sedang dibahas ialah mengenai tawuran antar pelajar (siswa), sedangkan siswa merupakan bagian dari masyarakat. Maka penulis akan mencoba mengamati, meneliti, dan mengkaji masalah ini dengan menggunakan pendekatan teori “Fungsionalisme Struktural”.  Dimana teori ini “memandang masyarakat sebagai suatu jaringan institusi-institusi sehingga perubahan dalam suatu institusi menyebabkan perubahan pada institusi lain”.[2]

Fungsionalisme struktural jika dilihat dari segi etimologi terdiri dari fungsi/fungsional berarti penggunaan sesuatu hal (tambah isme) faham mengenai penggunaan atas sesuatu hal, dan strukturak berkenaan dengan struktur berarti susunan atau bangunan yang disusun dengan pola tertentu[3]. Teori fungsionalisme pertama kali dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Talcott Parsons adalah seorang sosiolog yang lahir pada tahun 1902 di Colorado. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah seorang pendeta gereja Kongregasional, seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus kecil. Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst College tahun 1924 dan melanjutkan kuliah pascasarjana di London School of Economics. Pada tahun berikutnya, dia pindah ke HeidelbergJerman. MaxWeber menghabiskan sebagian kariernya di Heidelberg, dan meski dia wafat lima tahun sebelum kedatangan Parsons, Weber tetap meninggalkan pengaruh mendalam terhadap kampus tersebut dan jandanya meneruskan pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sebagian disertasi doktoralnya di Heidelberg membahas karya Weber.[4]
Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber, Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo dan Pareto. Hal tersebutlah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.



C. Konsep Pemikiran
Teori Fungsionalisme Struktural dipengaruhi oleh adanya asumsi kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat.
Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.[5]

D. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif
Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.




E.  Analisis Fungsional Struktural dan Diferensiasi Struktural
Sebagaimana telah diuraikan bahwa Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. 
Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.[6]
Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat organisme tingkat perkembangan evolusioner. Perlu diketahui bahwa sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan tetapi akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya. Hal tersebut karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan perilaku pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini, dinyatakan bahwa perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural, yaitu pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses perubahan.

F.  Internalisasi Teori Fungsionalisme Struktural terhadap tawuran pelajar
Berangkat dari asumsi dasar bahwa pelajar sebagai masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan, akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga para siswa tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian para siswa merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
Ini menjelaskan bahwa ketika telah disepakati sebagai seorang peserta didik (siswa) dengan berbagai hal yang terkait seperti mengenai hak dan kewajiban siswa sebagai kaum terdidik ialah merasa bersatu antara satu dengan yang lainnya, saling berhubungan dan saling ketergantungan. Hendaknya dari sudut pandang teori ini mampu mencapai tujuan yakni menciptakan kultur persatuan dan kebersamaan, tidak malah saling menyerang, menyalahkan dan terjadi perpecahan.




G. Analisis teori Fungsionalisme Struktural terhadap tawuran pelajar
Melihat tawuran yang terjadi antar pelajar ini dapat dianalisis melalaui struktur dan tindakan. Ini melalui perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang melibatkan persyaratan pungsional tersebut. Berdasarkan teori ini hendaknya terjadi suatu kesadaran diantara pelajar karena berdasarka ide dan nilai (norma-norma) untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya tindakan terjadi dengan kondisi yang unsurnya sudah pasti. Tawuran sebagai tindakan pada suatu kondisi yang mungkin unsur-unsur yang terdapat diantara alat, tujuan, situasi, dan norma ada yang tidak benar (salah). Dalam kejadiannya individu siswa tidak hanya dipengaruhi oleh unsur tersebut namun juga oleh orientasi subjektifny masing-masing.  

H. Kesimpulan
Teori fungsional struktural secara ideal menganggap organisasi biologis dan struktural sosial merupakan sebuah asumsi yang sama saling berhubungan dan saling ketergantungan serta terintegrasi berdasarkan, ide, nilai dan norma yang dipengaruhi oleh fungsi dan syarat dalam mencapai tujuan yang disepakati yaitu kesadaran dan kebersamaan dalam masyarakat.
Terjadinya tawuran merupakan sebuah tindakan menyimpang karena individu  maupun kelompok lupa atau tidak menyadari terhadap fungsi yang telah disepakatinya sebagai pelajar dalam mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Hal ini dapat dipengaruhi oleh unsur tindakan yang menyeleweng atau dari diri (orientasi subjektifnya) sendiri.

I.    Solusi terhadap Tawuran Peserta Didik atas Teori Fungsionalisme Struktural
Melihat tawuran merupakan bagian dari prilaku sosial yang meyimpang oleh karena beberapa faktor, maka maka bagaimanapun harus merubahnya menjadi suatu tindakan sosial yang disadari. Secara sederhana dapat dikategorikan menjadi;
a.    Senantisasa menanamkan sadar sebagai masyarakat yang saling ketergantungan dan butuh akan kebersamaan.
b.    Menanamkan selalu nilai-nilai positif, kesadaran akan norma dan kesepakan sosial (norma sosial).
c.    Antara organ biologis dengan struktur sosila harus dapat terintegrasi serta terarahkan dengan baik sehingga memberikan dampak yang baik.
d.    Yang sering terlupakan ialah menumbuhkembangkan nilaia-nilai keagamaan terhadap peserta didik sejak usia dini hingga masyarakat tua.


Referensi :
  • Talcott Parsons, Social Systems and The Evolution of Action Theory New York: The Free Press, 1975.
  • Sciulli, David and Gerstein Dean. 1985. Social Theory and Talcott Parsons in the 1980s.
  • Mister Goolge.




SKEMA TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL


Flowchart: Alternate Process: Tujuan